Oleh : Hidayat Banjar
Beberapa teman yang datang dari Malaysia, Jawa, Kalimantan, ketika pertama kali sampai ke Sumatera Utara (Medan) bertanya pada saya: "Kamu Batak ya?"
"Tidak," jawab saya.
"Bukankah Banjar itu singkatan dari Banjarnahor (salah satu marga orang Batak)?"
"Kakek saya berasal dari Kalimantan Selatan, tepatnya Banjarmasin, makanya saya memakai nama Banjar, untuk mengingat asal-usul saja. Saya sebenarnya adalah manusia urban," jawab saya. Biasanya mereka terkekeh mendengar jawaban saya itu.
Pertama kali mendapat pertanyaan seperti itu, saya merasa hal itu biasa. Tetapi lama kelamaan, timbul pertanyaan di dalam hati saya, apakah Sumut identik dengan Batak?
Lalu saya jelaskan kepada mereka tentang Batak sesuai dengan pengalaman empiris: yang saya lihat, dengar, dan rasakan.
Batak merupakan sebuah klan yang di dalamnya terhimpun lima suku: Batak, yakni Tapanuli, Karo, Simalungun, Mandailing, dan Pak Pak.
Di Sumatera Utara sendiri, jika orang menyebut "Batak", yang muncul dalam pikiran hanyalah suku Tapanuli (biasa juga disebut Batak Toba). Sedangkan suku-suku Batak lainnya (Karo, Mandailing, Simalungun, dan Pak Pak), tidak disebut sebagai Batak.
Entah kenapa, orang-orang Batak non-Tapanuli ini tidak bersedia disebut sebagai "orang Batak". Bagi mereka, Batak itu hanya identik dengan Tapanuli atau Toba. Selain itu, tidak!
Banyak rekan, yang tinggal di Sumatera Utara, tidak pernah menyebut dirinya sebagai orang Batak tetapi ketika ke Jawa, ia mengenalkan diri sebagai orang Batak. Ketika kita bertanya, kenapa? Jawabnya, demi alasan kepraktisan saja. "Kalau saya menyebut sebagai "orang Karo", orang akan bertanya tanya: apa itu Karo? dari mana? dan sebagainya. Jadi agar pembicaraan tidak panjang dan bertele-tele, lebih baik mengaku sebagai orang Batak saja. Beres!" jawab rekan yang bersuku Karo.
Hal lain yang saya tahu tentang Batak, orang selalu mengidentikkan 'Batak' dengan kata-kata Horas, Bah, dan sebagainya. Padahal kata-kata seperti ini hanya terdapat pada bahasa Tapanuli. Pada suku Batak lainnya (termasuk Batak Karo), bahasanya sudah berbeda. Jadi, saya sebenarnya sering kali merasa geli ketika ada orang yang menyapa dengan horas atau bah!
Perlu diketahui, perbedaan bahasa pada suku-suku Batak tidaklah seperti perbedaan bahasa pada suku Jawa. Orang Solo dan orang Surabaya, walau banyak bahasanya yang berbeda, namun mereka masih tetap saling mengerti jika ngobrol dengan bahasa masing-masing. Namun, pada bahasa Batak tidaklah demikian. Bahasanya benar-benar berbeda. Jika misalnya ada orang Tapanuli ngobrol dengan orang Karo, mereka harus menggunakan bahasa Indonesia agar bisa saling mengerti.
E Taling
Dalam hal berbahasa, orang Batak Tapanuli biasa mengucapkan huruf e pepet (seperti pada kata-kata lemah, pecah, sekadar, dan seterusnya), menjadi e taling (seperti pada kata-kata pendek, belok, dan seterusnya). Kebiasaan ini tidak berlaku pada suku Batak lainnya. Dan lucunya, ketika orang luar Sumut menyapa orang Karo karena menganggapnya orang Batak, mereka langsung disapa dengan meniru kebiasaan orang Batak Tapanuli tersebut. Sang rekan yang orang Karo tersebut terpaksa tersenyum geli, karena dalam bahasa Batak Karo, hal-hal seperti ini sama sekali tidak dikenal.
Saya seringkali jengkel karena ditanyai seperti ini: "Marga Panjaitan itu Islam atau Kristen?", "Nasution itu Islam atau Kristen?", "Ginting itu Islam atau Kristen?"
Saya pikir, tidak ada hubungan antara marga dengan agama atau kepercayaan apa pun. Marga adalah "warisan" yang diperoleh setiap orang Batak sejak ia lahir, dan tidak bisa diubah sampai kapan pun. Sedangkan agama/keyakinan adalah hak setiap individu. Mereka bisa pindah agama kapan saja mereka mau.
Jadi, pertanyaan seperti itu sebenarnya sangat tidak relevan. Memang sih, ada kecenderungan bahwa sebagian besar suku Batak Mandailing beragama Islam, dan sebagian besar suku Batak lainnya beragama Kristen. Tapi dalam hal-hal seperti ini, kita tentu tidak bisa melakukan generalisasi.
Sebagian besar suku Batak Karo adalah beragama Kristen. Tapi ada juga teman saya yang orang Karo beragama Islam. Demikian pula Bapak Tifatul Sembiring yang orang Karo (Batak Karo) dia beragama Islam dan menjadi orang penting di Partai Keadilan Sejahtera.
Tiga Suku
Banyak orang yang mengira bahwa suku asli di Sumatera Utara hanyalah orang Batak. Padahal, tidak0lah demikian. Ada tiga suku asli yang berasal dari Sumatera Utara:
- Batak (yang terbagi atas lima suku)
- Melayu Deli yang umumnya beragama Islam
- Nias (yang terbagi dari berbagai suku).
Banyak orang yang mengira bahwa penduduk asli di Medan (maksudnya kota Medan) adalah orang Batak. Ini adalah salah kaprah yang cukup kronis. Medan dan daerah-daerah di sekitarnya adalah termasuk wilayah Deli, dan penduduk aslinya adalah suku Melayu Deli.
Suku Batak sendiri berasal dari daerah-daerah lain. Batak Mandailing misalnya, berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukotanya Padang Sidempuan) dan sekitarnya. Lokasinya dekat dengan Sumatera Barat. Mungkin inilah sebabnya, mayoritas suku Mandailing beragama Islam.
Batak Tapanuli/Toba berasal dari daerah yang cukup luas, mencakup Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara. Batak Karo berasal dari Kabupaten Karo yang lokasinya sudah dekat dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, khususnya kabupaten Aceh Tenggara. Batak Simalungun berasal dari Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Batak Pakpak berasal dari kabupaten Dairi dan sekitarnya.
Memang, secara umum, kota Medan saat ini banyak dihuni oleh orang Batak. Tapi ini bukan berarti penduduk asli Medan adalah orang Batak. Sebagai analogi, Jakarta dihuni oleh orang-orang yang berasal dari beragam etnis dan kebangsaan, namun penduduk aslinya adalah orang Betawi.
Kepercayaan
Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.




![]() |
||
IRFA FM 89,4 MHz |
IRFA FM 89,4 MHz |
SUZUKI KABANJAHE Marketing/Sales 085270687597 (John F.Purba) |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Diberdayakan oleh Blogger.
Tidak ada komentar
Posting Komentar